Berbagai hal di bumi ini, kehidupan, alam, manusia dan lainnya
terlihat sebagai sebuah keseimbangan dan kesetimbangan yang saling
melengkapi. Selalu ada hitam dan putih, baik dan jahat, benar dan salah,
kiri dan kanan, bodoh dan cerdas dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut
selalu menjadi satu dalam dua hal yang bertolak belakang dalam
keseharian kita, namun pada dasarnya penghakiman dari definisi-definisi
tersebut bisa saja sarat akan kesalahan.
Anggapan dalam tindak perilaku kriminalitas misalnya, orang jahat
yang bodoh dianggap sebagai buronan yang mudah sekali tertangkap. Lain
halnya dengan orang jahat yang cerdas. Mereka sulit sekali ditangkap
bahkan hanya sekedar ditemukan saja begitu sulit. Apa pada dasarnya
selalu seperti itu dan apakah sikap bodoh itu mutlak menjadi sebuah
kelemahan ?
Sebenarnya dalam beberapa hal di kehidupan ini, bisa menjadi
mengherankan jika kita memandang sesuatu itu menjadi sebuah definisi
yang mutlak. Contoh kriminalitas dari penjahat tadi misalnya, jika kita
memandangnya dengan pandangan yang umum dan biasa tanpa mempertimbangkan
bagaimana sebenarnya sikap orang bodoh itu dalam kesehariannya, kita
akan benar-benar men-judge langsung orang bodoh itu adalah
orang yang tidak mungkin sukses, kaum lemah dan tidak bisa diandalkan
dan tak berkeahlian. Lebih dari itu orang bodoh sering sekali
diidentikkan dengan orang yang pemikirannya dangkal. Namun itu hanyalah
sebuah persepsi yang sempit. Coba kita lihat kisah berikut ini. Yang
diambil dari kisah Profesor dan Nelayan dalam Buku pertamanya Bong Chandra, Unlimitted Wealth.
Suatu minggu seorang professor pergi untuk melakukan sebuah
penelitian di sebuah pedalaman. Sulitnya medan perjalanan memaksa
professor pergi untuk menempuh jalur lain yaitu sebuah sungai. Tanpa
pikir panjang sang rofesor segera mencari seorang nelayan untuk
menyeberangi sungai tersebut.
Selama perjalanan seorang professor bertanya kepada seorang nelayan,
“Apakah bapak pernah belajar biologi ?” Dengan polos sang nelayan
menjawab, “Apa itu biologi” makanan ikan, ya ?” Dengan nada menggurui
sang professor menjawab, “Masa anda tidak tahu apa itu biologi? Itu
artinya anda sudah kehilangan 20% dari bagian hidup anda!” Beberapa
menit kemudian sang profesor kembali bertanya., “apakah baak tahu apa
itu fisika?” Dengan minder sang nelayan menjawab “Yang pasti bukan
makanan ikan kan ?” Dengan nada yang meremehkan sang Profesor Menjawab,
“Ck Ck Ck…., Anda sama saja sudah kehilangan 50% dari bagian hidup
anda?” Selang beberapa waktu kemudian sang profesor kembali bertanya,
“Kalau anda tidak tahu apa itu fisika dan biologi, tentu Anda tahu
tentang geografi, bukan ?” Sang nelayan menjawab, “Saya memang idiot,
saya pun tidak tahu apa itu geografi”. Dengan tertawa terbahak-bahak
sang profesor berkata, “Anda betul-betul sudah kehilangan 80% dari
bagian hidup anda!”
Sesaat sebelum profesor memeberikan pertanyaan keempat, arus sungai
mendadak berubah menjadi deras. Derasnya arus mebuat kapal bergoyang
dengan sangat keras. Sang profesor tidak dapat menguasai keseimbangan
dan terjatuh ke dalam sungai dengan panic sang profesor berterika,
“Tolong..tolong…”. dalam keadaan panic sang nelayan bertanya, “ anda
tidak bisa berenang?” Dalam keadaan tenggelam sang profesor menjawa,
“saya tidak bisa berenang!” Dengan berani sang nelayan menjawab, “kalau
begitu anda sudah kehilangan 100% dari bagian hidup anda”
Cerita itu mungkin hanya sebuah kisah yang tak nyata, namun tidak
bisa dipungkiri disekitar kita hal seperti itu sering sekali terjadi.
Orang bodoh itu seringkali malah banyak meraup kesuksesan dan
mendapatkan peluang yang lebih dibanding rata-rata orang yang sebenarnya
cerdas dan intelek. Secara sederhana sebenarnya orang bodoh yang
mendapatkan hasil lebih dari orang pintar itu adalah orang yang pekerja
keras, hanya saja mereka memiliki keterbatasan wawasan. Namun, dengan
keterbatasan wawasannya itulah mereka memiliki sisi yang menguntungkan,
karena mengakibatkan mereka menjadi orang yang berfikir lebih sederhana.
Seperti kata Pak Bong Chandra “Orang pintar membuat sesuatu yang sederhana menjadi rumit, orang idiot membuat sesuatu yang rumit menjadi sederhana”
Closing Remarks: Jadi, apakah ini berarti
kita semua harus menjadi orang yang bodoh? Bukan itu maksudnya. Tentu
saja dari kita tidak ada yang mau menjadi bodoh, bukan? Hanya saja
kebanyakan dari kita terlalu mudahnya mengecap orang sebagai “orang
bodoh” hanya karena mereka memiliki wawasan yang terbatas, yang bisa
jadi orang bodoh itu jauh lebih memiliki keterampilan daripada kita.
Saya jadi teringat dengan apa yang dikatakan Steve Jobs, “Stay Hungry,
Stay Foolish”. Tetaplah merasa lapar, agar kita tidak cepat kenyang
dengan apa yang kita dapat (terus meningkatkan diri) dan tetaplah merasa
bodoh, agar kita selalu bersikap rendah hati serta terus bersemangat
untuk belajar, belajar, dan terus belajar. Karena orang yang merasa
dirinya sudah pintar, biasanya akan berhenti dari apa yang namanya
belajar.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment